Kesalahan yang Dilakukan Nasabah Asuransi

JAKARTA, KOMPAS.com — CEO TGRM Financial Planning Services Taufik Gumulya menyebutkan, kebanyakan nasabah salah dalam memilik produk asuransi jiwa. Bahkan, perencana keuangan pun bisa salah dalam memilihkan produk mana yang tepat bagi nasabah yang memakai jasanya.

Menurut Taufik, produk asuransi jiwa tradisional atau bukan unit-linked, ada premi yang dibayar secara flat (jumlah yang tetap). "Lima tahun flat, dengan uang pertanggungan (misalnya) Rp 1 miliar. Terus, tahun keenam baru dia naik sedikit. (Kemudian) flatlagi selama 5 tahun dan seterusnya," sebut Taufik kepada Kompas.com, di Jakarta.

Padahal, lanjut dia, produk asuransi dengan pembayaran premi yang bagus itu dengan kenaikan premi tiap tahun atau dikenal dengan produk asuransi tradisional dengan jenis YRT (Yearly Renewable Term). "Itu (premi) lebih bagus dia (awalnya) rendah, tiap tahun naik, naik, dan sebagainya, daripada yang flat itu," tegas dia. Inilah kesalahan dari pemilihan produk yang sering kali dilakukan oleh nasabah, khususnya untuk produk asuransi jiwa tradisional.

Ia pun mengibaratkan hal ini laiknya dengan pedagang dan pembeli pada umumnya. Kalau pedagangnya pintar, pembeli akan mengeluarkan uang banyak. "Tapi, kalau pembelinya pintar, pedagang untungnya sedikit," ungkap dia.

Mengapa sering kali nasabah bisa salah? Ini karena banyak penjualan produk asuransi kebanyakan dilakukan berdasarkan relasi. "Sebanyak 60 persen produk asuransi dijual dari hubungan entah dia teman, dia saudara, entah dia pacar. (Sedangkan) 20 persen itu adalah nama besar perusahaan, (dan) 20 persen adalah knowledge (pengetahuan) mengenai produknya itu sendiri," ujar Taufik yang mengutip hasil survei sebuah badan asuransi.

Oleh sebab itu, ia pun berharap nasabah bisa hati-hati terkait pemilihan produk. Ini karena keluarga atau ahli warislah yang menerima manfaat dari asuransi jiwa seorang nasabah.

Kesalahan lainnya, lanjut Taufik, yang sering kali dialami nasabah adalah produk asuransi yang terhubung dengan dengan kartu kredit. Biasanya, penawaran produk asuransi ini melalui telemarketing. "Anda punya kartu kredit sering ditelepon, (seperti ini) Bu, track record kartu kreditnya bagus. (Produk asuransi) ini sebulan cuma iuran Rp 10.000 atau Rp 20.000. Nanti, kalau Anda meninggal, maaf, keluarga dapat Rp 25 juta. Atau nggak, utang kartu kreditnya dihapus," ungkap dia menirukan penawaran pemasar dari agen asuransi yang bekerja sama dengan perusahaan kartu kredit.

Biasanya, penawaran dengan cara seperti ini terbilang cepat prosesnya. Begitu nasabah pemegang kartu kredit menjawab "ya", maka agen akan merekam semua percakapan dan polis pun segera dikirim. Tapi, sering kali masalahnya adalah nasabah sulit melakukan klaim. "Tapi, pada saat klaim, fakta dari klien saya susah sekali. Bahkan, ahli waris almarhum masih dikejar oleh debt collector," sebut dia.

Menurut Taufik, itu bisa disebabkan collection departement yang bertugas untuk menagih, antara perusahaan asuransi dan kartu kredit, tidak saling terhubung. Sebagai nasihat, ia menyarankan nasabah membeli produk asuransi yang terpisah. "(Misalkan mau beli produk asuransi) untuk kematian, ya kematianlah. Itu lebih safe dan lebih gampang klaimnya daripada yang link dengan kartu kredit," ujar dia.

No comments

Powered by Blogger.